Apakah Hari yang Menyebalkan Bisa Menjadi Lebih Menyebalkan?

Apakah hari yang menyebalkan bisa menjadi lebih menyebalkan?

Advertisement

Bisa!! Tentu sangat bisa.

Saya baru saja mengalaminya beberapa hari yang lalu. Sebagai seseorang yang terbiasa menata dan mengatur jadwal dengan seksama, kejutan bukanlah hal yang diharapkan. Apalagi kejutan yang membawa kabar buruk. Tapi, ya begitulah kehidupan. Kadangkala hidup menyapa kita dengan kejutan yang tak menyenangkan.

Pagi itu hari senin saya bergegas menuju bandara untuk kunjungan audit di Makasar. saya terlebih dahulu harus fotokopi berkas di tempat langganan untuk kepentingan audit.

Advertisement

"Ahh ternyata kios fotocopi itu masih tutup."

Tak biasanya belum buka di jam seperti itu. Entah mengapa hari itu kios tutup. Padahal saya membutuhkan untuk mengcopy beberapa berkas untuk audit.

Advertisement

"Ah…. tak mengapalah nanti toh saya bisa fotokopi di Makasar. Masih ada waktu."

Saya pun melanjutkan perjalanan ke bandara. Tibalah saya di meja check in.

Saya menaruh barang di tempat penimbangan. Menyerahkan tiket dan ID saya, "Bapak mohon maaf, nomor penerbangan ini tidak ada. Dipindah besok pagi," kata petugas check in.

"HAH APA?! BAGAIMANA BISA?! SAYA TIDAK MENDAPAT PEMBERITAHUAN APAPUN?!!"

"Silahkan bapak ke kantor untuk mengurus tiket dan hal yang lain lain," jawab petugas itu.

Saya melangkahkan kaki dengan malas ke kantor maskapai itu. Ternyata bukan saya sendiri yang mengalami pembatalan penerbangan. Pilihannya penerbangan esok hari, atau mencari maskapai lain. Saya bersikeras untuk terbang hari itu juga. Karena sudah ada agenda untuk bertemu dengan konsultan.

Ternyata mayoritas penumpang sudah diberitahu tentang pembatalan penerbangan itu. Karena info pembatalannya datang larut malam sebelumnya, maka ada belasan penumpang yang tak mendapat informasi. Termasuk saya! Beberapa penumpang marah dan kecewa, serta terpaksa menerima perubahan mendadak itu.

Sementara beberapa orang tetap bertahan di kantor maskapai itu. "Silahkan bapak menunggu," begitu jawab petugas di kantor maskapai.

Menunggu apa? Tak jelas, bukan? Bukankah pesawat dengan nomor penerbangan itu tak terbang hari itu. Dalam ketidakpastian itu, saya berjuang mencari tiket lewat maskapai lain. Nihil! Semua penerbangan penuh! Hanya tersedia penerbangan di malam hari, dan itu konsekunsinya jadwalnya berubah. Tak ada pilihan lain.

Tentu saja, harga tiket pun melambung 2 kali lipat untuk penerbangan malam itu. Saya lelah, bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Saya duduk menunggu dan berjumpa dengan beberapa orang yang senasib dengan saya. Beberapakali kami keluar masuk kantor maskapai dan hanya mendapatkan jawaban yang sama. "Tunggu ya pak."

Tunggu apa? Tak jelas!

"Rasanya tak mungkin kita terbang pada jam ini. Tidak mungkin hanya untuk beberapa orang, pesawat tambahan akan dikirim dan membawa kita," keluh penumpang lain di samping saya.

"Lebih baik pihak maskapai tegas saja. Tidak ada, dan kita bisa atur jadwal selanjutnya," tegas penumpang lain.

Kami menunggu menit demi menit terasa lama. Satu jam tersandera dan tak berdaya.

Seorang petugas mendekati tempat kami duduk. Ia berbisik, "Bapak bisa terbang, masih ada 7 seat. Siap-siap check ini di counter 5."

Ada banyak pertanyaan di benak. Tapi, petugas itu meminta kami segera ke counter 5. Kami pun segera melangkah ke counter 5. Dan… kami bisa terbang dengan maskapai yang sama, namun nomor penerbangan berbeda.

Bagaimana bisa seperti ini, saya tak tahu! Baru pertama kali juga saya terbang dengan boarding pass hasil tulisan tangan, bukan cetak seperti biasa.

Penerbangan berjalan lancar. Cukup sudah kejutan tak menyenangkan. Saya harap tak ada lagi. Begitu mendarat, saya segera menyalakan handphone agar dapat berkomunikasi dengan pihak penjemput terkait dengan beberapa perubahan jadwal yang ada.

TIDAK ADA SINYAL DI HANDPHONE!!!

Berulangkali saya restart handphone, tak juga muncul sinyal. Saya berjalan ke toko dan menemukan semua orang ternyata punya masalah yang sama. Petugas di sebuah toko penjual nomor perdana mengatakan,"Hari ini sinyal provider X hancur."

Maka terkatung-katunglah saya di bandara. Menanti dalam ketidakpastian. Koneksi data tak biasa, suara tak nyambung, sms pun gagal kirim.

LENGKAP SUDAH!!

Setelah mondar-mandir ke sana ke mari, akhirnya saya putuskan duduk di kursi dan menanti. Tak tahu lagi apa yang harus saya lakukan dan kemana saya harus melangkah pergi.

"Permisi bapak", tiba tiba saya mendengar suara itu

Dua anak usia sekolah dasar melintas. Pakaiannya nampak kotor, mereka berdua membawa plastik besar. Ada botol-botol plastik bekas di dalamnya. Ya, mereka adalah anak anak yang memulung plastik bekas di bandara Makasar.

"Hey.. Adik, sini. Adik tak masuk sekolah?" tanya saya.

"Masuk bapak, ini tadi pulang sekolah," jawab mereka.

Kami pun berbincang akrab. Ternyata setiap pulang sekolah, mereka akan berjalan kaki sekitar 2 kilometer ke bandara. Mengumpulkan botol botol plastik yang hanya laku dua ribu perkilo. Berapa lama yang mereka butuhkan untuk mendapatkan satu kilo? Seminggu!

Ya, seminggu. Seminggu untuk mendapatkan dua ribu rupiah. Kehilangan waktu bermain dan bersama sama dengan keluarga.

Saya terdiam dan merenung. Usia mereka tak jauh beda dengan adik-adik saya. Namun, mereka tak sempat bermain dan ada di rumah yang aman dan nyaman. Mereka harus bekerja membantu orang tua. Salah satu anak mengatakan bahwa ayahnya adalah kuli bangunan dan ibunya adalah pemulung.

Namun, saya melihat keceriaan di wajah mereka. Berulangkali mereka berdua bercanda lepas dalam bahasa daerah yang tak saya pahami. Mereka bersemangat lari ketika ada orang yang membuang botol minuman plastik di tempat sampah.

Beban hidup sepertinya tak mereka rasakan.

"Kapan belajarnya kalau ke sini terus?" tanya saya.

"Nanti, selepas dari sini, kami pulang, mandi dan belajar, lalu tidur." jawabnya.

Saya suka melihat semangat mereka. Di dalam kesulitan dan beban hidup, mereka menghadapinya dengan cara khas anak anak bermain dengan ceria di tengah upaya mengumpulkan botol bekas.

Anak anak ini pun jujur dan mau membantu. Berulangkali saya harus menitipkan tas saya ke mereka, karena harus ke toilet atau mencari penjemput saya ketika sinyal handphone masih eror. Mereka menunggu tas saya dengan baik. Dari Jauh saya mengamati, mereka tak lagi bermain. Duduk diam di dekat tas saya. Tak bergerak walau ada orang yang membuang botol plastik di tempat sampah.

Nah, itu penjemput saya datang!

Saya berterimakasih pada anak-anak itu. Saya ulurkan sejumlah uang sebagai tanda ucapan terima kasih karena telah menjaga tas saya. Mereka menyambutnya dengan gembira.

Hidup, memang tak selalu seperti yang kita harapkan.Kita bisa mengatur beberapa hal, namun selalu akan ada kejutan tak menyenangkan. Ketika kejutan tak menyenangkan datang, kita merasa kehilangan semua kendali.

Padahal, ada satu kendali yang tak mungkin diambil orang lain dari hidup kita. Bukan kendali atas situasi, Namun kendali atas pilihan sikap kita.

"Everything can be taken from a man but one thing, the last of the human freedom to choosed one's attitude in any given set of cirumstances, to choose one's own way."

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

It's Better to burn out than to fade away

CLOSE