The Love Case – Chapter 10

The Love Case Anothermissjo

Sikap Muara yang sering berbeda dari biasanya mau tak mau membuat Joval mulai curiga. Apalagi setelah itu Muara cenderung menghindar, membuat Joval semakin gusar. Di sisi lain, Muara masih bingung menghadapi perasaannya sendiri.
***

Hari ini Joval berangkat ke pengadilan bersama Muara. Sementara Tyas akan menyusul karena datang agak terlambat mengurus perpanjangan SIM motor. Sepanjang perjalanan tidak ada obrolan. Hening dan sunyi. Biasanya Muara cerewet membahas banyak hal dan menanyakan beberapa kasus yang agak sulit dimengerti, tetapi kali ini tidak. Muara sangat berbeda sejak beberapa hari lalu terhitung dari minuman isotonik yang dia berikan.

“Setelah sidang Pak Rayan, kamu sama Tyas urus perkara cerainya Bu Dominic, kan?” Joval membuka obrolan, berbasa-basi.

“Iya, Pak,” jawab Muara. Singkat dan padat.

Joval melirik Muara sekilas, lalu kembali menatap jalan lurus. Ada kesan dingin yang terasa, berbeda dari Muara yang selalu hangat dan bersahabat.

“Nanti kamu sama Tyas bawa mobil saya aja. Sopir di kantor, kan, lagi dipakai sama Bu Ami. Saya bisa nebeng sama Pak Enigma. Kebetulan dia ada urus di pengadilan Jakarta Selatan juga,” kata Joval.

“Baik, Pak.”

Joval semakin bingung. Biasanya Muara akan menolak dulu, menimbang-nimbang dulu, merasa tidak enak, dan lain-lain. Namun, kali ini Muara langsung setuju. Bagi Joval yang sudah mengenal Muara dengan baik dan hafal kebiasaannya, tentu sikap itu sangat tidak biasa. Suasana kembali hening. Mereka diam-diaman selama beberapa menit. Kebetulan lampu lalu lintas sedang berwarna merah. Joval sedikit berpaling ke belakang mengambil totebag berwarna cokelat, lantas menyodorkan kepada Muara.

“Ini sarapan untuk kamu. Belum sarapan, kan?”

Muara mendorong pelan tangan Joval bermaksud menolak. “Maaf, Pak. Saya udah sarapan tadi sebelum berangkat. Saya makan roti.”

Muara menolak bekal Joval | ilustrasi: Hipwee via www.hipwee.com

“Memangnya kenyang makan roti?”

“Kenyang, kok, Pak. Makasih sarapannya, Pak. Ini buat Bapak aja.”

“Beneran kamu nggak mau makan lagi?” Joval agak kaget mendengar jawaban Muara. Dia juga hafal betul Muara sering melewatkan sarapan dan hampir setiap hari seperti itu. Kenapa mendadak sudah sarapan?

“Iya, Pak. Saya udah kenyang soalnya makan roti banyak,” ucap Muara.

“Ya, udah, kalau gitu. Nanti biar saya berikan buat Tyas atau yang lain.” Joval meletakkan kembali paper bag di bangku belakang.

Bertepatan dengan itu lampu lalu lintas berganti warna hijau dan Joval segera menginjak gasnya sebelum diklakson mobil lain.

Di sisi lain Muara merasa bersalah telah menolak. Wajah Joval terlihat agak kecewa saat dia berbohong tadi. Dia belum makan sama sekali. Perutnya sedang menahan lapar. Biasanya Joval membawakan sarapan untuknya dan dia langsung makan di mobil. Namun, setelah tahu Joval ada rasa padanya, Muara memilih untuk menjaga jarak. Dia tidak enak kalau sampai teman-temannya tahu, dia merasa seperti mengkhianati misi ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Jo si pecinta cerita Misteri dan Thriller yang senang menulis Romcom. Hobinya menonton drakor dan lakorn Thailand. Jo telah menerbitkan beberapa buku di antaranya My Boss's Baby dan Main Squeeze. Karyanya yang lain bisa dilihat di IG @anothermissjo

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi