Sosok Nash dengan celana bahan hitam yang pas, kemeja putih dan jas semi bomber bercorak batik yang wajahnya ternyata puluhan kali lebih sempurna ketimbang di foto. Apalagi dengan penuh percaya diri, lelaki itu berjalan melewatinya di atas catwalk.

Nash sedang tampil di atas catwalk ilustrasi: Hipwee via www.hipwee.com
Luna menelan ludahnya kasar. Pasalnya baru kali ini dia melihat lelaki sesempurna ini. Rahang tegas, tinggi, berkulit cerah dan rambut ikal pendek berwarna burgundy. Bahkan kulit Luna saja bisa dipastikan tidak semulus lelaki itu. Saking terpukaunya, Luna tidak sadar bila Nash sudah berjalan melewati Runway dan kembali ke belakang panggung.
Luna terperanjat. Terburu-buru Luna berlari ke arah backstage.
***
Di dalam backstage, Luna mengamati satu per satu orang yang berlalu-lalang sambil memastikan penampilannya hari ini tidak seperti pers. Sebab, bisa dipastikan dia akan diusir oleh keamanan bila dia sampai ketahuan berada di sini. Maka, langsung bertemu dengan Dimas atau Nash mungkin satu-satunya peluang Luna untuk dapat membuat janji wawancara.
Kertas bertuliskan Nash Tjahrir di depan sebuah pintu ruang ganti yang terbuka menyita perhatian Luna. Dia mendekat. Namun, sayangnya ruang ganti itu sudah sepi, hanya tersisa dua orang stylish, itupun sedang membersihkan alat makeup. Dalam hati Luna cukup terkesima, sebab jarang sekali seorang model memiliki ruang ganti personal. Sepertinya, Nash memang seterkenal itu.
Luna melanjutkan langkahnya mengitari area backstage yang dipenuhi pakaian-pakaian rancangan Jennifer Yusman dan model-model menjulang tinggi. Luna yang bertubuh pendek seperti berada di dunia Goliath sekarang.
Rahang Luna hampir jatuh saat melihat dua orang lelaki berdiri dua meter di depannya. Nash dan seorang pria seumuran Shafa, yang Luna tahu adalah Dimas, manajer Nash. Keduanya seperti tengah terlibat obrolan serius, meskipun Nash hanya menjawab setiap ucapan Dimas dengan anggukan ataupun gelengan.
Usai menceramahi Nash, Dimas berbalik dan kembali ke ruang ganti. Luna berpura-pura mengetikkan sesuatu pada ponselnya agar tidak terlihat mencurigakan. Seketika mata Luna mengerjap lantaran tidak menemukan sosok Nash sekarang.
Sampai kedua bola mata Luna membulat ketika menemukan bayangan Nash yang mengenakan masker hendak memasuki sebuah lift. Segera, Luna berlari kemudian menyelinap masuk ke dalam lift sebelum pintu besi itu tertutup.
Di dalam lift, Luna beberapa kali mencuri pandang ke arah Nash. Ternyata dilihat dari dekat sosok Nash yang tengah mendengarkan lagu menggunakan earphone wireless itu makin terlihat menakjubkan. Apalagi samar-samar aroma white musk masuk ke dalam hidung Luna. Tampan dan wangi, pantas saja banyak yang mengidolakan Nash.
Sayangnya, Luna tidak sendiri di dalam lift. Ada beberapa orang juga yang ikut turun, sehingga dia tidak bisa langsung menawarkan wawancara dengan Nash.
Selang beberapa menit, lift terbuka di lantai basement, tempat parkir mal. Semua orang di dalam lift keluar termasuk Nash. Setengah berlari, Luna mengikuti Nash diam-diam. Sampai Nash tiba-tiba berhenti di salah satu mobil yang terparkir di sana.
Nash menoleh ke kanan dan kiri, kemudian mengetuk jendela mobil hitam itu. Sesosok perempuan muncul dari dalam mobil sambil menyerahkan tas karton kepada Nash. Mata Luna membelalak. Dia seperti mendapatkan jackpot sekarang ketika dia sadar perempuan itu adalah Freya.
“Berarti gosip kemarin bener,” gumam Luna buru-buru mengambil gambar keduanya. “Mas Shafa pasti girang lihat ini.”
Setelah mengambil tas karton dari Freya, jendela mobil itu kembali menutup. Nash melambaikan tangannya dan membiarkan mobil itu pergi dari sana. Tanpa curiga, Nash berbalik dan kembali ke arah lift.
Dengan cepat Luna berjalan mendekati Nash dan menahan langkah lelaki itu. Nash yang kaget, langsung mengernyit bingung.
“Sorry kamu Nash, ‘kan? Maaf sebelumnya. Saya Luna dari Cemerlang TV, boleh minta waktunya sebentar untuk wawancara?” cerocos Luna tanpa kenal malu.
Sekilas Nash melirik Luna dan menggeleng gugup sambil terus melangkah ke depan.
“Ini kartu nama saya. Kalau misal Anda belum bisa melakukan wawancara hari ini, Anda bisa hubungi saya nanti.”
Kali ini bola mata Nash membulat ketika membaca kartu nama Luna, seakan baru sadar bila perempuan cerewet di sebelahnya adalah seorang wartawan. Dia pun mengangkat tangan kanannya meminta Luna untuk mundur. Luna berdecak kesal.
Namun, baru beberapa langkah berjalan, sebuah mobil mendekat dengan kecepatan sedang ke arah mereka. Luna yang masih terfokus dengan Nash seketika panik. Tubuhnya, menegang di tempat. Sampai sebuah tangan menariknya ke pinggir. Namun, alih-alih aman, tubuh mungil Luna malah tertarik dan tersentak ke bawah.
BRUK!
Nyeri menghantam lutut Luna ketika tubuhnya mencium lantai basement. Luna berdecak jengkel ke arah sosok yang menarik tangannya tadi. Apalagi celananya sampai robek akibat terantuk lantai basement yang kasar. Cairan merah juga mengucur di lututnya.
Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahu Luna. Perempuan itu berjengit kaget. Terlebih ketika Luna sadar bila Nash yang menarik tangannya. Tatapan Nash terlihat khawatir kepada Luna. Lelaki itu lalu menunjuk Luna dan membentuk tanda oke dengan tangannya.
Luna mematung. Amarah Luna kepada sosok yang menarik tangannya itu luntur seketika. Lebih-lebih ketika Nash ikut duduk bersebelahan dengannya.
Di sisi lain, Nash makin panik sebab darah di lutut Luna terus mengucur. Dia takut terjadi sesuatu dengan Luna dan dia yang harus bertanggung jawab. Nash kembali menepuk bahu Luna dan lagi-lagi menunjuk Luna kemudian membuat tanda oke. Tak juga memberikan hasil, Nash bangkit merogoh ponsel di sakunya lantas mengetikkan sesuatu di sana.
“Kamu enggak apa-apa?”
Alis Luna menyatu ketika mendengar suara mesin dari ponsel Nash.
“Kamu enggak apa-apa?”
Lagi, suara mesin terdengar. Sementara telunjuk Nash mengarah kepada Luna kemudian membentuk tanda oke dengan tangannya.
Luna terpaku. Sekarang dia tahu alasan Nash dijuluki Silent Romeo selama ini.
-Bersambung-
Baca bab selanjutnya: The Silent Romeo #3 – Transaksi Penting