Sikap yang Tepat ketika Orang yang Kita Kenal Jadi Pelaku Kekerasan Seksual

Konselor Women's Crisis Center Rifka Annisa menekankan 4 sikap utama

“Terkadang, ketika dekat atau kenal dengan seseorang, kita seolah tahu dia dengan sebenar-benarnya. Lalu, saat dia melakukan kekerasan seksual, muncul semacam perasaan atau pertanyaan, ‘Masa sih?’,” terang Haryo Widodo, Rabu (19/1).

Haryo membuka obrolan siang itu dengan fakta yang sulit disangkal. Pasalnya nih, sering kali kita nggak bisa bersikap objektif ketika teman atau anggota keluarga menjadi pelaku kekerasan seksual. Sebenarnya, perasaan nggak percaya ini wajar kok. Dilema yang kita rasakan memang nyata.

Bayangkan, orang yang kita kenal seperti teman, sahabat, paman, ayah, atau kakak ternyata melakukan kekerasan seksual. Menerima kenyataan kalau dia menjadi pelaku saja sudah cukup sulit, apalagi mendorongnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatan. Menurut Haryo, ikatan emosional dengan seseorang, atau transference dalam istilah psikologi, membuat kita cenderung sangsi bila dia benar-benar menjadi pelaku.

Kalau nggak hati-hati menyadari, kecenderungan ini malah memicu kita mengambil sikap yang kurang tepat, lo. Sering terjadi, kan, orang bersikap tegas dan keras setiap kali terjadi kekerasan seksual. Eh, tapi…  ketika teman atau keluarganya jadi pelaku, dia malah menyalahkan korban (victim blaming). Sampai-sampai ada sindirian di dunia maya nih, “Lihat sikap asli seseorang ketika temannya jadi pelaku kekerasan seksual.”

Nah, sebagai konselor laki-laki di Women’s Crisis Centre Rifka Annisa, Haryo mengungkapkan ada beberapa hal yang tetap harus kita pegang bila orang yang dikenal jadi pelaku kekerasan seksual. Kita nggak boleh melakukan beberapa hal, sedekat apa pun kita dengan pelaku. Namun, kita juga harus melakukan beberapa hal untuk mendukung korban.

Apa aja, ya? Yuk, simak selengkapnya!

Selalu menggunakan perspektif korban untuk menempatkan posisi. Jangan terbalik, ya~

Meskipun pelaku adalah orang yang kita kenal, berada di posisi korban merupakan sikap yang paling tepat. Sadari bahwa perbuatan pelaku memang salah dan kerugian terbesar diterima oleh korban. Menaruh kepercayaan pada orang yang kita kenal memang nggak keliru, tapi jangan lupa untuk memberi ruang kesadaran bahwa dia juga bisa melakukan kesalahan, termasuk melakukan kekerasan seksual.

“Tidak masalah kalau pelaku adalah teman kita. Nggak apa-apa kalau kita berempati padanya. Namun, kita harus mengatakan secara asertif, siapa yang salah dan benar dalam kasus ini,” terang Haryo.

Dalam konteks pertemanan nih, kita bisa memahami kerisauan dan kepanikan pelaku bila kasus kekerasan seksual mencuat. Dengarkan kekhawatirannya soal masa depan, karier, atau nama baik yang mungkin hancur tanpa penghakiman. Setelah itu, kita bisa membangun obrolan yang menyadarkan pelaku bahwa perbuatannya salah.

“Bukan nge-jugde teman, ya, tapi kita berusaha membuka kesadaran-kesadaran berpikirnya,” tekan Haryo.

Kekerasan Seksual

Hentikan kekerasan seksual | Illustration by Hipweee

Bangun perbincangan yang menyadarkan pelaku kalau fokus utama seharusnya ditujukan pada korban yang telah mendapatkan banyak kerugian

Jika kesadaran kita sudah kuat, yakni berpihak pada korban, maka selanjutnya menentukan sejauh mana kita akan terlibat. “Ada dua peran yang bisa kita ambil,” kata Haryo. Kita sebatas menjadi pihak yang mengingatkan pelaku atau ikut terlibat dalam proses mediasi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini