Cerita Seorang yang Mendekatkan Diri Pada Kesehatan

Sejak kecil aku sangat senang melihat poster binaraga atau atlet bela diri. Aku melihat mereka dalam kondisi fisik yang sangat prima. Begitupun saat melihat berita olahraga, apalagi mendengar berita kemenangan mereka. Aku terkadang iri kenapa sih gak boleh ikut kegiatan olahraga? Apa yang salah dari fisikku? Dalam benak kecilku aku berharap semoga setelah dewasa bisa berolahraga dan mendapat manfaat dari olahraga.

Advertisement

Aku tumbuh dalam pengasuhan yang ketat, entah apa yang salah dengan fisikku. Memang setiap berganti musim, aku mudah sakit. Makananku begitu diatur, tidak boleh makan cemilan yang mengandung MSG, susu adalah menu wajib saat sarapan. Fast food? Jangan harap.. Namun apa daya, lidahku adalah lidah anak-anak yang mencari rasa manis daripada rasa tawar nan gurih pada susu. Namun ada yang aneh, makananku diatur tapi aktifitas fisikku juga dibatasi. Seingatku, aku tidak boleh terlalu aktif berolahraga. Olahraga yang aku lakukan adalah fungsional, lebih ke mendapatkan nilai di rapor.

Tidak heran, sampai SMA aku tidak tertarik olahraga. Namun entah kenapa selalu tertarik dengan olahraga bela diri. Aku mengenang karena ikut ekskul bela diri saat SMP pernah terkilir, tapi entah aku tidak berkecil hati. Hanya sakit sedikit, tapi sampai seterusnya itu menjadi pertimbangan orang tua tidak mengizinkan aku untuk aktif berolahraga. Sebenarnya aku menemukan kesenangan tersendiri saat berolahraga, badan bergerak, ada rasa capek tapi ada rasa puas-tapi itu aku simpan dalam hati.

Fisikku saat masuk SMA seperti onggokan lemak hasil pengendalian makanan di rumah. Tidak punya otot, tidak punya kekuatan. Sudah begitu mentalku juga lemah, aku takut berkompetisi, ya karena sejak kecil aku tidak dibiasakan untuk bermain atau terlibat dalam olahraga. Almamater SMA punya kurikulum yang unik. Hampir semua pelajarannya tidak mudah. Biasanya hanya matematika yang menjadi momok. Kali ini, bahkan pelajaran olahraga juga menjadi momok. Terdorong mendapatkan nilai, perlahan aku menyukai olahraga tapi belum masuk prioritas karena saat itu fokusku adalah pintar dalam pelajaran.

Advertisement

Setiap ditanya apa inspirasiku dalam berolahraga, aku menjawab pelajaran olahraga saat SMA. Meskipun awalnya benci lari lapangan basket, latihan fisik, lari 2,4 km, renang, tapi lama-lama aku suka melakukannya. Bahkan setelah kuliah aku memberanikan diri lari dari rumah ke GOR dekat rumah, lalu sesampainya di dalam aku lari lagi. Berat badanku tetap berlebih memang tapi..setidaknya gak keliatan.

Saat kuliah, ada kuliah tentang perkembangan masa rentang kehidupan (lifespan development). Salah satu topik paling menarik adalah soal manfaat olahraga dan "aging successfully". Sederhana, dalam logikaku jika kesehatan sama dengan intelijensi maka semakin tua idealnya kesehatan akan semakin baik. Terlepas memang pada setiap rentang usia sudah ada penyakit kronis mengintai. Setelah lulus kuliah, aku menetapkan tidak berfokus untuk kerja..aku mau olahraga. Tidak heran hal ini membuatku menghadapi masalah dalam keluarga.

Advertisement

Saat ini kewajibanku salah satunya mengganti uang ortu untuk program penurunan berat badan yang pernah diikuti setahun silam. Meskipun, saat ini aku bisa menunjukkan tampilan fisik yang lebih baik-tapi itu sifatnya intangible-alias tidak ada dampaknya secara ekonomi. Selebihnya aku sibuk mewujudkan fisik yang sehat. Salah satunya dengan bergabung dengan komunitas olahraga calisthenics. Sebuah olahraga yang sebenarnya sudah dilakukan sejak sekolah.

Aku mengikuti latihan dengan harapan..minimal terlihat kurus. Beberapa bulan awal, sempat putus asa-ini belum menghasilkan apapun. Ortu hanya melihat aku pulang malam karena jam latihannya diatas jam 6 sore. Mereka sebal bukan kepalang, sudah tidak bekerja, keluyuran dan berani pula ngaku-ngakunya olahraga. Mengingat aku bukan anak-anak atau remaja, aku tidak memperpanjang konflik.

Beberapa teman yang sering berlatih bersama melihat aku memiliki progress yang cukup baik. Setidaknya terlihat dari tampilan fisik. Perut yang maju perlahan rata. Dari samping-pun terlihat lebih ramping. Aku tidak menyadarinya sampai saat menimbang berat badan dan membuat kolase 'before-after'. Perlahan aku bisa mengontrol fisik saat melakukan gerakan-gerakan seperti push up, pull up, gerakan yang dulu aku benci. Saat ini aku mulai merasakan kaos, kemeja melonggar, celana juga terlihat gombrong.

Hal paling signifikan yang aku rasakan adalah rasa lelah yang cepat tumbuh sekarang sudah berangsur terhambat. Memang dari riwayat kesehatan ada kemungkinan saat aku dikandung ada konsumsi zat kimia berlebih yang menyebabkan fisikku jadi lemah. Sayangnya hal ini baru diketahui hari ini. Pantas sejak kecil aku dibatasi dalam berolahraga.

Ada rasa sedih, tapi aku tidak mengutuk hal itu. Hal itu aku jadikan motivasi untuk lebih konsisten berolahraga. Biarkan kelalaian itu jadi pembelajaran bagi diriku untuk tidak lalai dengan diri sendiri. Dalam beberapa bulan kedepan, aku berusaha lebih baik saat berolahraga..karena kalau bukan aku yang peduli pada diri sendiri, siapa lagi?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Bukan anggota Badan Intelijen Negara, keempat matanya bekerja dengan baik, lagi nabung untuk beli Maserati Ghibli dan Range Rover Autobiography.

CLOSE