Mengenangmu

Hari ini aku teringat padamu, sosokmu yang melekat dalam sanubariku. Itu sebab, melupakanmu begitu muskil. Jadi kusimpan saja kau disudut ingatan dalam perjalanan hidupku. 

Akhir-akhir ini kawan terdekatku banyak yang menikah, selalu saja di momen itu terselip rasa gelisah, rasa takut bahwa mungkin pernikahan bukan bagian takdirku. Lucu memang, jika ditanya apakah aku siap menikah? jawabannya tidak. Bahkan makin hari rasa skeptisku pada kesetiaan laki-laki juga pernikahan makin meningkat. 

Oh tentu saja, melihat fenomena artis yang selingkuh hingga berujung perceraian tidak bisa dijadikan faktor penyebab bahwa pernikahan hanya berisi penderitaan. Tapi naif rasanya jika kita pun membayangkan seolah pernikahan selalu berisi bunga. 


Karena bagiku, perselingkuhan adalah extraordinary crime dalam rumah tangga. Efeknya multi dimensional.


Itu sebab, kita perlu memahami kembali apa sih tujuan menikah itu? karena jika yang kita cari adalah kebahagiaan hakiki, takkan pernah kita dapat. Berumah tangga itu mengenai kerjasama tim (suami-istri). Saling mengayomi dan menopang. Juga pentingnya keterbukaan (komunikasi).

Semua keraguanku rasanya bisa ku atasi, aku bisa berkompromi ketika itu kamu. Tapi, Tuhan berkata lain. Kau pergi bahkan sebelum kuperjuangkan perasaan ini. 


Padamu, kutemukan sukacita ketika memandangmu berkali-kali. 


Kau yang begitu dewasa, tak hanya secara kepribadian tapi juga pemikiran. Sikap rendah hatimu, kebersahajaan sikapmu hanya menambah pesonamu. Katakan padaku, hati mana yang takkan luluh?

Kau tidak memiliki ketampanan yang klasik, kata orang bahkan biasa saja. Tapi, mereka tahu apa? mereka tak memandangmu seperti caraku menatapmu. Aku senang mereka tak jeli sepertiku. Lagi pula, tampan fisik bisa jadi akan membosankanku. 


Aku suka matamu. Begitu fokus, tajam dan dalam. Aku juga suka bagaimana dahimu yang lembut itu sesekali mengerut halus. Tapi, puncaknya adalah saat kau mengenakan kopiah hitam dan begitu khusyu nyoret kitab.


Aku senang pernah mengenalmu, dan aku menemukanmu lewat tulisan. Ya, Aku nekat mencari akun media sosialmu ketika tak sengaja membaca tulisanmu yang begitu bagus. Bernas, dan memiliki jiwa. Karena apa yang kau sampaikan lewat tulisanmu mengena dihati.


Entah sejak kapan panggilan Mas terasa menyenangkan? sejak orang itu adalah kamu.


Kini kau sudah pergi, tak merasa sakit lagi. Kau tahu mas seandainya kau bisa membaca tulisanku ini? aku menangis ketika mendapat kabar dari ayahandamu bahwa kau telah tiada. Apalagi ketika beliau bilang, bahkan saat sakit kau masih tetap berusaha menulis dan menyelesaikan buku fiqih kedokteran yang kau susun bersama kawan-kawan santrimu.


Padamu, kutemukan segala yang kudamba. Engkau wujud nyata  khayaliku akan sosok partner hidup yang kuimpikan.


Ironisnya, selama ini kita hanya bertemu via online, belum sempat kutatap teduh wajahmu tapi mengenalmu adalah ketidaksengajaan yang membahagiakan. Alfatihah untukmu Mas wafa…

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

penikmat kopi