Meningkatkan Budaya Literasi dengan Membaca. Cara Cermat Mengurangi Hoax

cara menyikapi hoax

Sebut saja saat awal mula pandemi Covid-19 merebak di Indonesia. Saat itu bulan Maret, marak beredar informasi mengenai helikopter milik Malaysia-Singapura yang akan terbang ke Indonesia, khususnya di pulau sumatera untuk menyebarkan racun pembunuh virus Corona dan dinilai memiliki kandungan berbahaya. Pemberitaan ini ramai di bicarakan oleh masyarakat banyak spekulasi yang bermunculan hingga membuat dahi berkerut lantaran kaget sekaligus takjub dengan cocoklogi masyarakat. Namun ternyata, berita tersebut merupakan berita bohong yang telah diklarifikasi oleh kominfo melalui situs resminya.

Advertisement

Setelahnya dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebaran hoax di Indonesia sebagian besar terjadi di platform media sosial seperti whatsapp dan facebook. Melalui survei yang dilakukan oleh Mastel (2017) dalam Juditha C. (2018) dari 1.146 koresponden 44% diantaranya mengaku menerima berita bohong setiap harinya dengan perantara medium aplikasi chatting (whatsapp, telegram, dan line) sebesar 62,80% dan aplikasi media sosial (facebook, instagram, twitter) sebesar 92,40%.

Penyebaran berita bohong atau hoax di Indonesia sudah memasuki fase mengkhawatirkan mengingat semakin majunya teknologi mengakibatkan komunikasi massa tak lagi linear, melainkan tiap pihak mampu menyebarkan informasi melalui keberagaman medium yang tersedia. Keberagaman medium serta kemudahan tiap pihak dalam mengakses serta menyebarkan informasi sayangnya tidak dibarengi dengan fungsi gatekeeping yang baik, sehingga informasi yang beredar perlu dipertimbangkan tingkat keakuratannya.

Hunt Allcott dan Matthew Gentzkow dalam Journal of Economic Perspectives dengan judul Social Media and Fake News in the 2016 Election menyatakan bahwa faktor pendidikan melatarbelakangi seseorang dalam proses penerimaan mengenai informasi yang beredar termasuk respon yang diberikan terhadap berita bohong. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Programe for International Student Assessment (PISA) di tahun 2015 Indonesia menduduki peringkat literasi rendah yakni ke-62 dari 72 negara yang di survei. Sebagai negara dengan tingkat literasi yang tergolong rendah, yakni peringkat 64 dari 65 negara yang disurvei.

Advertisement

Mirisnya lagi di tahun 2012 UNESCO mencatat bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001 atau dalam perumpamaan di tiap 1000 orang Indonesia hanya 1 diantaranya yang memiliki minat baca. Indonesia dengan rata-rata bacaan 0 hingga 1 buku per tahunnya tertinggal jauh dibanding negara lainnya, sebut saja Jepang dan Amerika dengan jumlah bacaan 10-15 dan 20 buku per tahunnya.

Berdasarkan paparan tersebut, dapat ditarik garis besar bahwa permasalahan ini menjadi salah satu faktor mengapa penyebaran hoax di Indonesia terbilang subur sehingga perlu dikhawatirkan. Disamping itu, tingkat religiusitas masyarakat yang terlampau tinggi juga bisa dijadikan salah satu faktor mengapa tingkat pendidikan di Indonesia rendah, opini saya mengenai hal ini didukung oleh Pew research Centre dalam survei The Global God Divide yang menyebutkan bahwa negara dengan tingkat religius rendah cenderung lebih berpendidikan. Namun bukan berarti religiusitas tidak diperlukan, konsep keTuhanan perlu sebagai aturan manusia dalam menjalani hidup hanya saja sikap religius yang tidak dibarengi dengan pengetahuan sama saja percuma.

Advertisement

Budaya malas membaca menjadi sebab musabab mengapa tingkat literasi Indonesia terbilang rendah, minimnya sokongan dari pemerintah untuk membangun budaya baca di Indonesia juga menjadi salah satu dari sekian banyak faktor. Padahal kualitas suatu bangsa dinilai dari tingkat literasi bangsa itu sendiri, parameter kualitas suatu bangsa berbanding lurus dengan tingkat pendidikan.

Literasi identik dengan kegiatan membaca yang mengakibatkan bertambahnya sudut pandang seseorang mengenai dunia, oleh karena itu literasi aga meningkatkan minat verifikasi masyarakat terhadap suatu isu menjadi salah satu upaya untuk mendobrak permasalah hoax yang mengakar di Indonesia juga meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia.

Jadi upaya untuk meminimalisir peredaran hoax yang ada di Indonesia dapat dilakukan melalui pembenahan minat baca. Pendidikan yang berkualitas berhak dimiliki tiap masyarakat Indonesia, pemerataan pendidikan di seluruh wilayah nusantara perlu diperhatikan mengingat sila kedua pancasila berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Campur tangan dari berbagai pihak untuk kemajuan literasi Indonesia dibutuhkan agar pemberantasan hoax dapat sepenuhnya dilakukan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE