Header code narasi desktop single

Perasaan yang Terpenjara di Tengah Pandemi Covid-19: Keluarga atau Karir?

Keputusan yang Rumit di Tengah Pandemi Covid-19

Siapa sih yang tidak ingin memiliki masa depan yang cerah? Siapa sih yang tidak ingin memiliki karir yang cemerlang?Tentu saja semua orang ingin memiliki karir yang bagus, begitu juga denganku. Tapi, bagaimana jika kamu diperhadapkan pada keadaan yang menuntut kamu harus memilih antara karir atau keluarga?

Advertisement


Keputusan yang sangat berat bukan?


Keadaan seperti di atas harus aku hadapi ketika pandemi Covid-19 hadir di Indonesia. Aku bekerja sebagai tenaga pendidik di salah satu sekolah bergengsi di provinsiku. Tidak mudah untuk bisa bergabung ke sekolah ini. Ada beberapa tes yang harus aku lewati. Atas izin Tuhan saya dinyatakan lolos akan tetapi, aku harus menunggu lagi selama 10 bulan untuk bisa mengajar karena sekolah tersebut mendahulukan putera daerahnya. Selama 10 bulan menunggu aku hanya di rumah belajar dan membantu orangtua untuk urusan pekerjaan di rumah.

Setelah 10 bulan, akhirnya aku masuk kerja dan kembali menjadi perantau yang menumpang tempat tinggal di rumah salah satu sepupuku. Selama hampir setahun, akupun  menikmati pekerjaanku meskipun ada banyak tekanan dan tantangan, dengan gaji yang lumayan aku merenovasi rumah orangtua dan biaya sehari-hari mereka. Pada akhirnya, bulan Maret 2020 pandemi Covid-19 menyerang  negara kita. Akhirnya yayasan sekolahku memutuskan untuk work from home dan bertepatan saat itu juga adikku kembali diserang oleh penyakitnya yang sudah ia derita selama 11 tahun.

Advertisement

Waktu itu aku benar-benar bingung dan stress harus bagaimana. Aku ingin pulang menemani adikku sementara aku harus kerja, aku satu-satunya harapan keluarga. Hari demi hari work from home, aku makin stress memikirkan apa yang harus aku pilih, keluarga atau karir, tiap saat aku berdoa agar diberikan petunjuk oleh Tuhan. Hingga pada akhirnya aku putuskan untuk pulang menjenguk adikku. Aku berpikir bahwa semua dikerjakan secara online maka semuanya akan baik-baik saja. Selang 14 hari, akhirnya aku dihubungi oleh pihak sekolah bahwa yang aku lakukan salah dan melanggar aturan sekolah sehingga dianggap mangkir kerja.

Saat itu, aku kaget , pengen nangis, stress juga, tapi di samping itu aku juga berpikir bahwa inilah risiko dari keputusan yang aku ambil. Tiap pilihan memiliki konsekuensi bukan? Selalu ada sisi positif dan negatifnya. Karena pemikiran ini aku tidak terlalu menyesali keputusanku,meskipun memang aku telah melanggar aturan.

Advertisement

Aku berpikir di situasi saat ini, yang terpenting adalah keluarga. Masalah karir masih bisa aku cari lagi tapi keluarga, mau mencari hingga ke ujung dunia pun aku tidak akan bisa mendapatkannya kembali. Aku tidak tahu kapan Tuhan akan memanggil keluargaku, aku takut pemerintah tiba-tiba lockdown dan aku tidak bisa mengunjungi keluargaku.

Mengenai keputusanku ini, aku yakin di luar sana banyak yang tidak setuju dengan keputusanku jika mereka berada di posisiku. Yah, tiap orang memiliki pilihan sendiri, pemikiran sendiri. Apapun itu, untuk menjatuhkan sebuah pilihan tidaklah mudah. Ada konsekuensi pada tiap pilihan.

Jika kamu dihadapkan pada sebuah pilihan pikirkan dengan baik,


"Jika diperhadapkan pada pilihan yang rumit, pilihlah keputusan yang akan membuatmu bahagia. Ikuti kata hati dan yakinkan dirimu. "


Pilihan yang akan membuatmu bahagia, dan nyaman, itulah yang harus kamu pilih. Seperti aku, keluarga membuatku bahagia dan nyaman di tengah pandemi Covid-19, dibandingkan gaji berjuta.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Banner Bottom narasi

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Menginspirasi lewat tulisan

CLOSE

footer iklan