Time will Heal: Pasrah atau Adaptasi?


Sudahlah, tak apa. Seiring waktu berjalan, sakitmu juga perlahan akan sembuh. Time will heal…


Advertisement

Pernahkah kalian mendengar kalimat seperti di atas?

Ketika sedang menghadapi kedukaan dan merasakan betapa menyakitkannya suatu peristiwa, kalimat tersebut pasti pernah kita dengar, setidaknya satu kali. Sebab, umumnya kalimat tersebut terlontar dari seseorang yang sedang mencoba menghibur orang lain di tengah kedukaan. Namun, apakah pernyataan bahwa waktu akan menyembuhkan luka batin adalah benar adanya? Apakah selepas kehilangan orang terkasih, mengalami pengkhianatan, atau menghadapi peristiwa lain yang memicu rasa sakit, seseorang dapat bangkit dan kembali pulih setelah beberapa waktu?

Di tengah kebingungan akan kepastian dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, pendekatan ilmu psikologi mencoba menjabarkan apa yang sebenarnya terjadi dalam proses seseorang menghadapi pengalaman berduka.

Advertisement

Di Balik Duka dan Kehilangan

Sejatinya, perasaan duka timbul karena kehilangan. Dipahami sebagai suatu keadaan di mana seseorang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada, kehilangan merupakan satu hal yang wajar menghampiri kehidupan manusia. Bentuknya beragam, mulai dari kehilangan orang terdekat, pekerjaan, kesehatan, bahkan harta benda. Pada dasarnya, seseorang dapat merasakan kehilangan karena adanya rasa memiliki. Rasa memiliki sendiri timbul akibat hadirnya ego di dalam diri. Maka, dapat dikatakan bahwa semakin besar ego, rasa memiliki juga semakin besar. Lalu, jika sesuatu yang dimiliki tersebut pergi, semakin besar pula rasa kehilangannya.

Advertisement

Sementara itu, duka hadir sebagai reaksi atas peristiwa kehilangan yang bersifat kompleks karena memengaruhi keadaan kognitif, emosi, dan fisiologis. Ditinjau dari aspek emosi, duka dapat tercermin melalui perasaan sedih atau cemas. Selain itu, duka yang mendalam juga dapat berpengaruh pada kondisi fisik seperti memicu sesak nafas, gangguan tidur, gangguan makan, menurunkan produktivitas, dan lain-lain.

Penelitian neurosains menyatakan bahwa ketika seseorang tengah dilanda duka, maka terjadi aktivasi pada bagian otaknya, yakni posterior cingulate cortex, anterior cingulate cortex, dan medial prefrontal cortex. Ketiga bagian tersebut merupakan komponen otak yang mengatur memori otobiografi, emosi, dan regulasi emosi. Pada seseorang yang sedang berduka, aktivitas area otak tersebut memiliki kesamaan dengan kondisi sakit fisik. Hal inilah yang menyebabkan proses berduka juga mempengaruhi fisik seseorang.

Apakah Waktu Berperan dalam Penyembuhan?

Anggapan bahwa seiring dengan berjalannya waktu maka duka akan perlahan sirna, datang dari pandangan bahwa seseorang yang tengah berduka akan beradaptasi dengan rasa sakitnya dan menjadi terbiasa dengan rasa tersebut. Hal ini yang kemudian diartikan sebagai suatu pemulihan.

Namun nyatanya, pernyataan tersebut perlu diperjelas dengan keterangan tambahan. Proses penerimaan suatu peristiwa kehilangan tidak didasarkan pada durasi waktu yang telah dilalui sejak peristiwa menyakitkan tersebut terjadi, melainkan pada upaya apa saja yang dilakukan untuk kembali bangkit. Ketika seseorang yang tengah berduka terlalu mengandalkan pernyataan time will heal lalu hanya menunggu waktu berlalu dan tidak melakukan upaya apapun, sejatinya ia tidak akan kunjung sembuh.

Menyapa Rasa Sakit

Jika demikian, lantas apa yang dapat dilakukan untuk pulih dari duka?

Rasa sedih atau cemas yang merupakan cerminan duka termasuk dalam kategori rasa yang tidak memberikan kenyamanan. Alasan ini yang membuat banyak orang enggan menemuinya. Kerap kali kita menghindari rasa tersebut dan mencari banyak cara agar dapat terdistraksi sehingga rasa sakit dapat terlupakan. Namun, dengan cara seperti ini, rasa sakit yang sedang dialami hanya dapat tersamarkan sementara.

Dalam buku berjudul "Grief Works", psikoterapis Julia Samuel menyatakan bahwa untuk mengobati duka, seseorang perlu mengizinkan dirinya untuk merasakan kesedihan dan rasa sakit karena ditinggalkan. Upaya sesungguhnya untuk bangkit dari duka dapat dimulai dengan berani menyadari dan mengakui keberadaan kesedihan. Selanjutnya, kedukaan tersebut perlu diekspresikan dengan berbagai cara, seperti bercerita atau menulis. Sebab, dengan mengutarakan perasaan, sejatinya kita sedang mengenalnya lebih dalam.

Melalui proses tersebut, seseorang akan perlahan mengerti bahwa rasa sedih atau duka adalah bagian dari kehidupan. Ia juga akan memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak selamanya, termasuk kesedihan yang sedang dialami. Dengan demikian, seseorang dapat menerima apapun yang telah terjadi. Hal inilah yang dimaksud sebagai pemulihan pasca berduka.

Jadi, berlalunya waktu tanpa diiringi upaya apapun untuk menyapa rasa sakit, tidak membuat seseorang yang tengah berduka akan pulih. Time will heal bukanlah sebuah justifikasi untuk seseorang hanya pasrah pada keadaan, menunggu waktu berlalu begitu saja, dan berharap bahwa semuanya akan kembali normal setelah beberapa lama. Namun, pernyataan tersebut memiliki makna bahwa proses adaptasi seseorang dalam memproses duka harus diisi dengan keberanian untuk menyapa rasa sakit, mengenalnya lebih dalam, sehingga nantinya akan timbul kekuatan untuk memulai kehidupan yang baru.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE