Review Film Everest. “Keganasan Gunung Tertinggi di Dunia”

Bagi pendaki profesional di seluruh dunia, mendaki dan sampai di puncak Gunung Everest adalah segalanya. Dengan ketinggian sekitar 8.848 Meter dari permukaaan laut, Everest menjadi sebuah tantangan dan juga prestise untuk ditaklukan.

Kisah dari Gunung Everest tak pernah habis. Dari catatan para pendaki dan ekspedisi, Everest selalu membawa cerita kesuksesan ataupun duka.

Dan dimana ketika muncul cerita seru, menarik, mengharukan, serta menegangkan, hal itu menjadi sebuah ladang uang bagi Hollywood untuk diangkat ke layar lebar. Terlebih apabila cerita diangkat dari kisah nyata.

Berdasarkan adaptasi dari buku berjudul Into Thin Air: A Personal Account of the Mt. Everest, milik John Krakauer, maka film Everest bisa kita nikmati tahun ini di bioskop.

Kisah dimulai dari Rob Hall (Jason Clarke) yang merupakan pendaki professional menyediakan jasa mendaki Everest bagi para pendaki profesional untuk sampai ke puncak. Rob Hall lewat Adventure Consultant miliknya, kisah sukses bisnis jasa mendaki Gunung Everest dimulai.

Pada Mei 1996, kali ini tidak hanya Rob Hall lewat Adeventure Consultant-nya yang menyediakan jasa tersebut. Melihat peluang bisnis baru, banyak juga pendaki professional yang membuka jasa serupa. Salah satunya, Scot Fisher lewat Mountain Madness melakukan hal serupa.

Melihat peluang bisnis tersebut,tidak hanya Rob dan Scott yang melakukan hal serupa. Akhirnya banyak juga pendaki professional lainnya digambarkan ikut nimbrung membuka jasa serupa.

Kisah menegangkan sendiri akhirnya lahir ketika para peserta pendaki baik dari ekspedisi Adventure Consultant dan Mountain Madness berpacu dengan waktu untuk mencapai puncak Gunung termasyur di planet ini.

Keganasan Everest di ketinggian delapan ribu meter menjadi neraka bagi para pendaki. Mulai dari dingin yang minus hingga 20-40 derajat celcius hingga tipisnya oksigen di tempat yang begitu tinggi. Plus bonus muncul badai yang datang tak kenal waktu bagi para pendaki.

Kalaupun bisa mencapai puncak Gunung Everest, persoalan bukan berarti selesai. Persoalan waktu untuk turun dari Everest juga merupakan hal yang penting. Telat turun dari puncak artinya malaikat maut bisa siap menunggu para pendaki.

Persoalan Rob Hall dan Scott Fischer bukanlah hanya untuk kepentingan mereka saja hanya mencapai puncak. Namun, Rob dan Scott berserta kru mempunyai tanggung-jawab besar untuk memastikan para klien-klien nya yang sudah membayar mereka untuk janji sampai di puncak Everest.

Ketegangan serta drama tersebut yang dijual oleh sutradara Baltasar Kormakur. Kisah pendakian Everest dengan nilai komersil yang bisa sukses atau juga bisa jadi musibah pendakian dalam pendakian.

Film Everest bukanlah film aksi yang dirancang seperti kita menonton Cliffhanger atau Vertical Limit. Bukan juga kisah persahabatan ala 5 CM produksi film nasional saat mengisahkan pendakian Gunung Semeru.

Film Everest dirancang sebagai tontonan apa yang terjadi di Everest saat Mei 1996, mulai dari rencana pendakian hingga merenggut nyawa beberapa pendaki yang melakukan ekspedisi saat itu.

Film Everest dibuat untuk tidak menggurui dan mampu membiarkan penonton untuk menilai, ber-opini, serta berkomentar mengenai pendakian tersebut. Hal tersebut menjadi nilai lebih dari film ini.

Lewat akting Jason Clarke yang sedang naik daun di Hollywood memerankan Rob Hall, akting Jake Gyllenhaal yang cuek memerankan Scott Fischer, serta Josh Brolin yang mengisi peran Beck Weathers, film Everest terlihat enak dari adu akting mereka yang menjadi tokoh utama di film ini.

Plus ditambah pemeran pendukung yang diisi Keira Knightley, Emiliy Watson, Robin Right, serta Sam Worthington.

Film Everest menjadi tolak ukur dan (bisa) menjadi pelajaran berharga bagi mereka yang mau mendaki Everest ataupun gunung-gunung tinggi lainnya yang ada di seluruh dunia. Paling tidak film ini memberikan informasi dan situasi yang sungguh berharga untuk menjadi suatu pelajaran penting dalam sebuah ekspedisi pendakian.

Sayangnya, film yang di format dalam bentuk Imax dan 3D, kurang banyak adegan-adegan yang menjual sensasi dan kelebihan dalam keganasan pendakian Gunung Everest.

Namun secara keseluruhan, Everest tampil jauh lebih nyata dan lebih natural daripada film-film Hollywood lainnya yang menjual kisah di Gunung Everest. Meskipun, film Everest memang tentunya lebih mempunyai keunggulan karena diangkat dari kisah nyata.

Film Everest hadir sebagai penghargaan dan dedikasi bagi seluruh pendaki Gunung Everest baik yang berhasil dan selamat hingga pendaki yang harus terkubur di gunung tersebut. Selamat menonton.

Nilai: 7/10 Bintang

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Love Film | Love Travelling | Love Bali | Love Writting | Love Music | Love Adventure | That is my profile :)