Keluar Zona nyaman atau Tetap Tinggal? Ada Jalan Tengah yang Bisa Jadi Pilihan Terbaik, lo!

keluar zona nyaman

Akhir-akhir ini, aku tergelitik dengan bahasan menarik di dunia maya soal-menyoal keluar dari zona nyaman atau justru memperluasnya, mungkin kamu pernah menyimak juga. Gara-gara bahasan tersebut, aku jadi mengingat kegelisahanku tentang karier dan pekerjaan dua tahun silam.

Waktu itu, aku pernah berada di posisi dilematis. Ketika sedang nyaman-nyamannya dengan pekerjaan yang kutekuni, muncul omongan dari orang-orang sekitar. Mereka bilang, “Kamu nggak berniat pindah jalur karier?” di sela-sela perbincangan saat makan siang. Setelah mendengar cerita karierku selama ini, mereka pikir sudah saatnya aku keluar dari zona nyaman (comfort zone). Mereka berpikir kalau terus-terusan di zona ini,  aku akan terlena dan nggak berkembang.

Sementara itu, aku nggak yakin bisa keluar dari pekerjaan dan karier yang kuakui jadi zona nyamanku saat itu. Pasalnya, setelah hampir setahun stres berat akibat berada di  discomfort zone, aku mendapatkan pekerjaan yang kugeluti sampai sekarang. Belum lagi nih, bayangan memulai hal baru dari nol juga cukup menakutkan. Namun, orang-orang bilang aku nggak akan sukses bila terus-terusan berada di zona ini.

“Lantas, aku harus memilih apa?”

Lagi pula, aku belum sepenuhnya paham plus-minus keduanya. Kenapa kok mereka semangat sekali memintaku keluar dari zona nyaman? Apakah sudah terbukti kalau zona nyaman menghambat kesuksesan?

Kalau kamu sudah ambil ancang-ancang buat memasukkan ‘keluar dari zona nyaman’ ke resolusi tahun depan, padahal masih sama dilemanya denganku, coba simak dulu penjelasan lengkapnya!

Pahami definisi comfort zone dan discomfort zone  dulu, yuk! Apa sih bedanya?

Berkali-kali aku menyinggung soal comfort zone dan discomfort zone, tapi dua istilah ini mungkin masih asing untuk sebagian orang. Menukil Hello Sehat , comfort zone dipopulerkan oleh Alasdair White, pencetus teori Manajemen Bisnis pada tahun 2009. Menurutnya, zona nyaman adalah keadaan saat segalanya terasa akrab dan mudah sehingga kita tidak mengalami banyak stres.

Meskipun begitu, jauh sebelum itu, comfort zone sudah menjadi bahan penelitian dalam Ilmu Psikologi. Robert M. Yerkes dan John D. Dodson menjelaskan, kondisi nyaman menciptakan stabilitas yang berpengaruh positif, terutama pada performa seseorang.

Sejalan dengan penjelasan Farah Stor , penulis buku The Discomfort Zone, zona nyaman memberikan kepastian, rasa aman, dan perasaan familier ketika menjalani aktivitas. Efeknya, performa kita akan maksimal karena sedikit gangguan yang disebabkan dari minimnya tekanan. Pekerjaan yang memberikan rasa nyaman seperti ini membuat kita lebih rileks.

Kebalikan dari comfort zone, discomfort zone adalah keadaan yang dapat menyebabkan stres dan kecemasan karena dipenuhi risiko dan ketidakpastian. Keadaan inilah membuat seseorang maju-mundur ketika dihadapkan pilihan antara keluar dari zona nyaman atau tetap tinggal. Apalagi, bila tak bisa mengatasi efek keluar dari zona nyaman, kesehatan mental kadang jadi taruhan.

Apa bedanya comfort zone dan discomfort zone? | Illustration by Hipwee

Ada plus-minus yang kita dapat jika memutuskan keluar dari zona nyaman. Ternyata, tidak sepenuhnya berdampak baik

Keluar dari zona nyaman  berarti kita harus siap melepaskan segala kenyamanan yang telah jadi bagian dari kebiasaan dan rutinitas. Keluar dari zona nyaman bukan tanpa risiko, apalagi secara naluriah manusia memang mendambakan kenyamanan. Keluar dari zona nyaman dapat memberikan dampak yang negatif terutama pada keamanan atau stabilitas mental.

Kita yang awalnya sudah menemukan kondisi dengan tingkat stres yang sedikit, lantas tiba-tiba melepaskannya demi sesuatu yang baru dan belum pasti. Selain itu, kegagalan menghadapi hal baru juga menjadi momok.

Namun, mengutip Forbes , ketidaknyamanan akibat keluar dari zona nyaman akan membawa kita pada terobosan. Soalnya, kita bisa melihat apa yang ada di sisi lain dari zona nyaman. Narasi ini paling banyak diadopsi oleh para pebisnis saat mereka memulai bisnis baru. Stagnansi dan zona nyaman dianggap sebagai hal buruk yang nggak mendukung terciptanya peluang bisnis.

Dalam kacamata bisnis, keuntungan keluar dari zona nyaman, meliputi:

  • Menemukan peluang baru
  • Menjalankan bisnis yang lebih baik
  • Rasa takut semakin memudar saat memulai hal baru

Sementara itu, menukil dari Life Hacke r, berikut ini adalah manfaat keluar dari zona nyaman:

  • Meningkatkan produktivitas
  • Melatih kemampuan menerima dan menghadapi tantangan serta perubahan
  • Meningkatkan kreativitas
  • Memudahkan seseorang untuk mendorong batasannya sendiri

Di zona nyaman pun, ada pula keuntungan dan kerugiannya. Enak sih, tapi katanya juga bikin kita nggak berkembang

Plus-minus tinggal di zona nyaman | Photo by Marco Verch Professional Photographer on Flickr

Selama ini, zona nyaman dinilai sebagai jebakan. Kebanyakan orang menganggap zona nyaman bertolak belakang dengan kesuksesan. Rasa nyaman yang ditimbulkannya adalah ‘rayuan’ manis yang bikin kita enggan berkembang. Soalnya, kita sudah dimanjakan dengan kenyamanan-kenyamanan, sehingga akhirnya menjadi tidak produktif.

Menukil laman Walden University , tinggal di zona nyaman dapat menyebabkan kita kehilangan kesempatan dan peluang. Bahkan, kemungkinan kita juga nggak belajar keterampilan baru. Zona nyaman yang minim risiko dapat mengakibatkan peluang untuk mendapatkan reward pun berkurang.

Meskipun demikian, sebenarnya tinggal di zona nyaman tidak seburuk itu lo. Keluar atau tinggal di zona nyaman nyatanya bisa merugikan dan menguntungkan. Jadi, tinggal di zona nyaman tak hanya mendatangkan kerugian. Ini dia keuntungan yang kita dapat saat tinggal di zona nyaman:

  • Mudah untuk membangun pengalaman
  • Meningkatkan kepercayaan diri
  • Tidak memakan banyak energi saat melakukan tugas rutin
  • Mengurangi risiko
  • Memulihkan energi

Dua-duanya memiliki plus dan minus, lantas pilihannya keluar atau tinggal di zona nyaman? Ternyata, pilihan terbaik adalah…..

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini