Ephemeral #2 – Panic

Ephemeral chapter 2

Pemadaman listrik membuat Ivy terjebak di dalam lift bersama pria yang bersikap sok akrab dan terus mengajaknya bicara. Kegelapan, ruangan sempit, pria asing yang aneh, membuat Ivy ketakutan. Ia hanya bisa memeluk erat-erat Delilah sembari bertanya-tanya, apa niat pria asing itu sebenarnya?
***

‘Bernapas … bernapas … bernapas …’

Ivy berusaha mengingatkan diri sendiri agar bernapas seperti orang biasa. Anaknya sudah gelisah, merengek sejak tadi. Ivy sibuk dengan perasaannya sendiri. Baru saat lelaki itu memanggilnya, Ivy mengerjap dalam keremangan lampu darurat dan mengambil anaknya dari kereta dorong itu.

“Kamu baik-baik saja?” tanya lelaki itu entah yang keberapa kalinya.

Ivy mundur sampai punggungnya menyentuh dinding lift. Dia menarik napas dalam, berusaha untuk terus bernapas seperti yang pernah diajarkan Oliver padanya. Ambil napas lewat hidung, lalu embuskan perlahan lewat mulut. Itu saja yang Ivy lakukan. Namun, kepalanya tetap pusing. Ada rasa mengambang yang sangat dikenalnya. 

“Tolong … Kumohon … Tolong aku,” bisik Ivy dengan suara tertahan. 

Delilah sudah menangis di pelukannya. Ivy terduduk di lantai lift, bingung dengan yang dirasakannya.

“Hei, semua baik-baik saja. Ini hanya pemadaman listrik sementara. Mereka akan mengubah daya menjadi yang baru. Pagi tadi mereka sudah mengumumkannya dan akan memperbaikinya segera. Ini hanya lima menit. Hanya lima menit. Aku janji. Sekarang sudah satu menit. Kita hanya akan menunggu empat menit lagi,” kata laki-laki itu dengan suara pelan, berusaha sebisa mungkin membuat Ivy dan anaknya nyaman. 

Tidak. Ivy tidak bisa merasa nyaman dengan kegelapan dan tempat sempit seperti ini. Belum lagi orang asing yang duduk di depannya bisa saja melakukan apa saja. Dia bisa saja pemerkosa atau pedofilia yang menyerang anaknya. Dia bisa penjahat macam apa saja. Sekarang, Ivy terkurung dengan penjahat itu. Ivy merasa menyesal tidak melompat ke jendela saja tadi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penulis yang telah menghasilkan lebih dari 30 judul karya ini masih berusaha menjadi orang baik. Kalau bertemu dengannya di media sosial, jangan lupa tepuk bahunya dan ingatkan kalau dia juga butuh pelukan.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi