[CERPEN] Kala Hujan Membawamu Kembali

Kini telah kusadari, aku jatuh cinta sedalam ini. Hingga waktu pun tak mampu menghapusnya.

Berbulan-bulan berlalu setelah Andara memutuskan mengakhiri rencana pernikahannya dengan Ben. Kini ia berada di sebuah rumah sakit di kota kecil tanpa ada yang tahu, lebih tepatnya melarikan diri. Asap halus dari gelas kopi meliuk-liuk lalu menghilang di udara.

Andara tersenyum tipis, masih ada kepahitan di garis-garis bibirnya. Ia menatap hujan pagi ini demi mencari kelapangan hati yang telah lama ia nanti. Butiran hujan mulai tersapu angin dan menerpa kaca jendela kantornya. Meluncur jatuh dengan pasrah namun menyisakan bekas.

Hari-harinya dilalui dengan mengingat dan menyesali kesalahannya. Kenyataan bahwa waktu 4 tahun tidak pernah memupus cintanya pada Reinaldi. Tidak sehari pun dilewatinya tanpa mencari kabar tentang lelaki yang telah lama ia tunggu untuk mengatakan sesuatu. Dimana, apa yang sedang dilakukannya, ataukah mungkin seseorang bahkan telah menggantikan tempat Andara direlung hati Reinaldi.

Dering telpon genggam menyadarkan Andara. Ia lupa bahwa akan ada pertemuan komite medik sekaligus penyambutan dokter spesialis anak baru di rumah sakit kecil itu. Andara bergegas menuju ruang rapat. Benar saja, orang-orang berjas putih sudah berhamburan keluar, ia terlambat.

Andara segera berbalik tanpa aba-aba. Namun ekor matanya seperti menangkap seseorang yang begitu akrab di ingatannya. Langkahnya berhenti saat itu juga. Kedua tangan Andara terkepal kuat menahan perasaan takut yang seketika menyerang ujung-ujung sarafnya.

Tanpa pikir panjang Andara berbalik lagi. Lelaki itu melangkah terlalu cepat, Andara kehilangan punggungnya. Hanya sekilas bayang tubuh lelaki itu yang menjadi penuntun kakinya. Napasnya naik turun, sekuat tenaga Andara mencoba menghirup udara yang ia bisa sambil berlari. Dirasakannya jantungnya memompa cepat.

Hingga matanya menangkap punggung seseorang yang begitu akrab, lelaki itu berdiri di persimpangan jalan. Andara memberanikan diri mendekat perlahan. Ia yakin wajahnya mulai pucat oleh sengatan berbagai perasaan yang muncul, napasnya yang berdesakkan kini mulai teratur.

Lelaki itu sibuk dengan gawai di tangannya. Lalu menyadari langkah kaki seseorang berhenti di sebelahnya. Matanya menatap sepasang kaki itu dengan salah satu tali sepatu yang terlepas. Hingga ia mengangkat wajahnya, menjatuhkan tatapannya pada wajah wanita di hadapannya dan menemukan mata yang begitu akrab di ingatannya.

"Rei…," suara Andara tercekat.

Tak kalah terkejutnya, Reinaldi menatap Andara lekat, tidak percaya pada apa yang ada di hadapannya.

Segala ingatan menghantam kesadaran Andara, pria di hadapannya ini telah membuatnya begitu mudah tersenyum namun tersakiti olehnya begitu dalam. Ia malu tapi ia harus, pikir Andara.

"Apa kabar?" Andara tersenyum ragu. Tahu kah kau seburuk apa aku menunggu, batin Andara.

"Baik," Reinaldi tersenyum.

"Kudengar kau melanjutkan spesialismu," hanya Tuhan yang tahu betapa Andara mencoba mencari pertanyaan terbaik, bertahan untuk tidak menumpahkan segala kalimat memohon pada lelaki di hadapannya ini.

"Begitulah. Senang bertemu lagi…," seperti biasa Reinaldi memasang wajah seolah semua baik-baik saja, seolah hari-hari yang dilaluinya selama 4 tahun ini tidaklah berat.

Kecanggungan kian menyiksa, sementara masing-masing dari mereka mencoba bertahan dari pertarungan di dalam diri.

"Ada yang ingin kukatakan," sambung Andara cepat, takut jika lelaki dihadapannya pergi dan kesempatan itu hilang untuk kedua kali.

Reinaldi masih terdiam, entah apa yang dipikirkannya Andara tidak peduli. Andara harus mengatakan ini, terserah apa yang akan terjadi setelah ini, ia tak mau berpikir lagi.

“Aku…,” kalimat Andara dihentikan oleh gerakan Reinaldi. Tanpa aba-aba lelaki itu berjongkok dengan bertumpu pada satu lututnya, mengikat kembali salah satu tali sepatu Andara yang terurai. Reinaldi masih sama, memperhatikan Andara sedemikian detail. Akan kah sama halnya dengan perasaaannya.

Juga masih dengan senyum yang sama, “Kau boleh melanjutkan.”

Andara memegangi dadanya yang begitu sesak. "Kenyataannya, selama ini waktu tidak pernah menghapusmu dari sini, Rei,” sekuat tenaga ia menahan genangan air mata.


"Kamu pernah membuatku bahagia sedemikian hebatnya. Dan karenamu aku menyadari cinta yang tidak pernah masuk akal bagiku. Maafkan aku karena pernah terlalu bodoh" Andara kini menumpahkan air mata yang lama ia tahan.


"Itu yang telah lama ingin kukatakan. Aku hanya tidak bisa melupakanmu."

Reinaldi menatap Andara lekat, seketika hatinya menghangat mendengar jawaban yang selama ini ia tunggu dari mulut gadis itu.

Langit yang sedari tadi mendung mendesak Andara untuk secepatnya mendengar jawaban Reinaldi, takut hujan akan menggagalkan waktu yang selama ini ia tunggu.

"Kenapa kamu tidak memberiku jawaban ketika kamu punya banyak hal yang bisa dikatakan?" Reinaldi tersenyum, matanya mengembun. Ingin saat itu juga direngkuhnya Andara kedalam pelukan, gadis yang selama ini ia tunggu untuk menjawab pertanyaannya 4 tahun lalu.

"Karena jika aku mengatakannya, aku tidak akan pernah bisa menjauh darimu. Cinta terlalu tidak masuk akal bagiku dulu."

Perlahan rintik mulai turun, semakin berubah deras. Reinaldi menarik tangan Andara yang masih menatapnya lekat, membawanya berlari berteduh menuju halte yang tidak jauh dari tempat mereka bediri. Seketika membungkus tubuh Andara dengan tangannya. "Terima kasih sudah menungguku untuk mengatakan itu," bisik Reinaldi.

Kali ini Andara tidak ingin berpikir terlalu keras. Hanya akan ada perasaan mereka, dan hujan yang membawa Reinaldi kembali ke sisinya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini